Hayastan atau republik Hay merupakan wilayah Armenia dengan beberapa daerah yang kini masuk dalam teritori Georgia, Turki dan Azerbaijan pasca pecahnya Uni Soviet di tahun 1991.
Dalam era modern, istilah Hayastan biasanya mengacu pada negara Armenia, mengingat orang Armenia juga disebut etnis Hay.
Mungkin masih banyak orang Indonesia tidak mengetahui secara persis letak geografis Armenia. Sebagai negara dengan ‘landlock’ atau tidak memiliki lautan dan batas teritorial yang terus berubah seiring zaman akibat perang etnis maupun pengaruh kebijakan geopolitik negara ‘induknya’ yaitu Rusia, Armenia memang tertinggal dalam hal eksistensi di dunia internasional. Gambaran paling umum tentang letak Hayastan mungkin bisa disebut antara Iran di Selatan dengan Rusia di Utara nya, terhimpit pegunungan Minor Caucasus di Timur lautnya, dan berlatar Mount Ararat yang disucikan, di arah Barat nya — batas alam dengan negara Turki.
Sebagian orang juga mempersepsiakan Armenia sebagai negara yang berbahaya, masih berperang dan bukan untuk ‘main-main’ alias berwisata. Memang benar, Armenia secara resmi masih berperang dengan Azerbaijan atas sengketa Nagorno Karabakh. Pun mereka tidak memiliki hubungan diplomatik dan senantiasa dalam ketegangan politik dengan Turki, sebagai akibat genosida dalam periode tahun 1915-an silam.
Persepsi demikian lah yang menjadikannya terisolasi dan tidak banyak masuk sebagai hotspot nya para pelancong.
Sebagai turis yang bepergian sendirian kesana (solo traveler) saya tidak merasa Hayastan seperti negara perang. Memang beberapa hari sebelumnya ada 2 pesawat intai Azerbaijan yang ditembak jatuh di perbatasan, juga 2 orang tentara tewas akibat baku tembak di buffer zone wilayah NKR, namun secara umum negara ini amat layak untuk dikunjungi, dengan beberapa hal yang harus diperhatikan.
Pertama, kenali situasi terkini dari berita-berita koran lokal dalam bahasa Inggris, misalnya http://www.panarmenian.net/ informasi kadang menjadi sebuah pembeda antara hidup dan mati, well.. tidak separah itu sih, tapi paling tidak sangat bermanfaat untuk mengatur itinerary, timing serta informasi yang akurat sangat-sangat menghemat biaya perjalanan. Melalui koran tsb lah saya memutuskan untuk meng-cancel salah satu tempat kunjungan karena ternyata masih sensitif dalam hal keamanan. Cek juga kondisi cuaca di http://www.wunderground.com untuk mengetahui apakah tempat yang akan dikunjungi bisa diakses atau tidak karena salju misanya.
Kedua, mengingat Armenia atau Hayastan secara umum bukan merupakan negara sahabat, maka tidak ada Kedutaan Indonesia di sana. Berhati-hatilah dengan paspor, itu adalah nyawa kedua kita.
Ketiga, sebagian asuransi perjalanan tidak meng-cover wilayah Hayastan, apalagi negara Nagorno Karabakh, karena belum ‘tercatat’ secara resmi di PBB sebagai negara. Pada saat saya naik gunung ke Himalaya, asuransi langganan saya bahkan bisa meng-cover hingga klausula “recovery and repatriations of bodies” alias evakuasi dan repatriasi jenazah hingga ke tanah air bila saya kecelakaan. Nah kalau untuk ke Hayastan dan NKR ini mereka tidak mau menanggung. Kiranya hal tsb bisa menjadi pertimbangan.
Keempat, karena kendala bahasa, saya lebih memilih sewa mobil plus pengemudi yang bisa juga sebagai penerjemah untuk berkeliling ke daerah-daerah yang tidak terdapat kendaraan umum. Sewaktu di Yerevan, ibukota Armenia yang sangat kaya dengan museum dan tempat-tempat bersejarah di sepanjang Jalur Sutera, saya mencari tiket museum terusan di sebuah travel agent, di mana disitu terdapat pula banyak informasi event dan tur harian yang ternyata sangat murah. Mengingat terbatasnya informasi baik di internet maupun Lonely Planet tentang kota ini, juga kendala bahasa, membeli paket keliling kota dan museum seharga buku lonely planet adalah sebuah alternatif yang baik.
Terakhir, selalu siapkan Plan B. Dengan paspor Indonesia, tidak ada yang tahu apakah visa on arrival kita akan disetujui atau tidak. Dalam kasus saya, visa-visa sebelumnya adalah negara-negara Timur Tengah berbahasa Arab, sementara Armenia masih agak trauma dengan hal-hal berbau Islam. Siapkan juga mental untuk di-interogasi petugas imigrasi baik pada saat apply visa, saat masuk di imigration check point, maupun di imigrasi saat keluar Armenia. Mungkin karena saya turis pertama dari Indonesia dengan tujuan jalan-jalan seorang diri, sehingga tampak ‘mencurigakan’ buat mereka. Dalam worst case ditolak visa-nya, langsung saja cari penerbangan langsung ke Istanbul (visa-on-arrival pasti di approve), ke Tehran – Iran (visa on arrival juga), atau ke Dubai (transit visa).
Namun, hal-hal tersebut di atas tidaklah seberapa dibanding dengan oleh-oleh pengetahuan, pengalaman maupun keindahan dan keramahan Hayastan yang amat mengagumkan. Barev dzez Hayastan!






keren foto” nya… petualang sejati ya hehehe
bisa japri ni kl ad rencana lagi 🙂
tks
aria san.. these are beautiful..
indeed… =)
Mas Aria, kebetulan bgt nih baca travel story ini. Krn akhir juni s/d mggu 3 juli 2013 aku ada itin iran-armenia-turki. Make sense gak yah Mas yg ke Armenia buat solo traveller cewek???Tlg pencerahannya…Makasih.
Saya belum pernah ketemu solo traveler wanita di Armenia. Secara umum sekarang lebih aman. Sebaik nya memantau keadaan melalui berita-berita di koran lokal. Iran-Armenia perjalanan darat tidak diperbolehkan, semua pendatang asing harus lewat udara di Zvartnots airport – Yerevan, satu-satunya gerbang yg menerbitkan visa turis.