Camp Leakey – a Trip to Human Civilization Museum

Lebatnya hutan Tanjung Harapan, menuju Camp Leakey : my most beautiful ordinary things.

Suara mesin perahu kelotok kami mendominasi sepinya hutan Tanjung Harapan, di pedalaman Kalimantan Tengah. Siang itu Sungai Sekonyer terlihat berwarna keemasan, akibat lumpur tailing tambang emas liar di hulu sungai. Di kiri-kanan terlihat lebatnya hutan nipah dan mangrove, semakin dalam ke hulu, vegetasi pun berubah, terlihat tipikal hutan hujan tropis yang masih perawan. Kompetisi untuk berfotosintesis menjadikan pohon-pohon ratusan tahun di hutan ini menjulang seragam, sekitar 30m tingginya.

Sesekali terlihat kumpulan Bekantan (Nasalis Larvatus) bercengkerama di dahan-dahan pohon Rambai yang menjuntai ke sungai, mereka memakan pucuk-pucuk daun berwarna merah. Tentu saja yang paling aktif adalah bekantan-bekantan muda, sementara sang induk tampak menggendong anak bayinya, dan sang ayah yang bertubuh paling besar hanya mengamati dari singgasananya di dahan tertinggi.

Bekantan hidup berkelompok, antara delapan hingga puluhan ekor dalam satu klan. Hidungnya yang panjang menjadikannya “bule” di antara orang utan dan kera-kera “pribumi” di hutan ini. Ekor yang panjang dan kepala yang berwarna keemasan serta badannya yang terbalut semacam jaket berwana coklat tua menjadikanya menonjol diantara kehijauan rimba.

Pemadu kami pun bercerita, Sekonyer adalah habitat buaya-buaya terbesar di Borneo dengan segala kisah tentang manusia-manusia ceroboh yang pernah menjadi korbannya. Pun tak luput, cerita tentang anaconda, si ular raksasa yang melegenda di tepian sains, dongeng dan garis batas antara keduanya.

Adalah Professor Birute Galdikas, gadis remaja di Universitas British Columbia, Canada, dengan keimanannya ia menjelajah hutan perawan Tanjung Puting, untuk menjamin kemerdekaan orang utan dari jajahan manusia. Saat itu tahun 1966, dan sejak saat itu Tanjung Puting menjadi rumahnya selama 40 tahun. Iman, karena butuh lebih dari sekedar visi dan passion, untuk mendirian area konservasi yang dinamainya Camp Leakey di tengah gencarnya pembabatan hutan untuk pertambangan dan perkebunan sawit, demi digit yang disebut GDP (yang hanya dimengerti–oleh karenanya hanya dinikmati–oleh segelintir orang Jakarta).

Perjuangan gadis muda Galdikas membuahkan hasil, pada era Soeharto area seluas 400,000ha dideklarasikan menjadi Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), setengah wilayah Kabupaten Kota Waringin Barat saat itu. Reputasinya mendunia, TNTP sekarang disebut sebagai the last resort of wilderness, sepenggal alam liar yang tersisa di dunia. Tanpanya, orang utan mungkin telah punah puluhan tahun silam.

Atas jasa Galdikas, saat ini kita masih bisa melihat perilaku orang utan yang bereproduksi 8 tahun sekali demi memastikan anaknya telah cukup mandiri untuk berburu buah-buahan sendiri. Sementara itu, dengan biadabnya manusia membunuhi mereka demi aliran dolar dari kebun-kebun sawit. Galdikas telah melestarikan orang utan yang berperikemanusiaan, sementara para manusia berevolusi menuju kebinatangan.

Campl Leakey : welcome to the museum of human civilization.

Sungai hitam bening seperti Coke
Welcome greeting dari Burhan, orangutan raksasa di tengah jalan menuju feeding site
Burhaan.... posee....!!

 

Swinging swiftly

 

Hangout-nya keluarga bekantan di pohon-pohon Rumbai

 

Trekking ke dalam hutan dan melihat Kayu Meranti di alamnya

4 thoughts on “Camp Leakey – a Trip to Human Civilization Museum

Leave a reply to dewi Cancel reply